Multikulturalisme Sebagai Jalan Keluar dari
Potensi Konflik Keagamaan
Pusat Studi Agama dan
Multikulturalisme (PSAM) Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang
(UMM) bersama Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian
Agama menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya Pengarusutamaan Multikulturalisme
untuk Mengembangkan Toleransi dan Kerjasama antarumat Beragama di Indonesia.
Kegiatan yang di
adakan tanggal 3 – 4 Mei 2010 bertempat di UMM Inn Malang Jawa Timur tersebut
dihadiri oleh sekitar 100 peserta dari unsur Kementerian Agama, mahasiswa dan
akademisi serta berbagai perwakilan lembaga dan ormas keagamaan di antaranya
FKUB, GKJW Malang Raya, STFT Widya Sasana, NU, Muhammadiyah, MUI, HTI dan
elemen lainnya. Dalam acara ini hadir beberapa narasumber yaitu: Prof. H. Abd.
Rahman Mas’ud, Ph.D, Prof. Drs. Syafiq A. Mughni, MA, Ph.D, Prof. DR. Syamsul
Arifin, M.Si, Prof. Dr. Tobroni, M.Si, dan Pradana Boy ZTF, MA.
Dalam seminar ini
Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama
Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D memaparkan bahwa secara teologis agama
senantiasa mengajarkan keadilan, perdamaian dan saling menghargai (justice,
peace and mutual respect), etika universal yang merupakan bagian dari gagasan
multikulturalisme. Etika tersebut merupakan nilai bersama, yang tidak hanya
dimiliki oleh bangsa Indonesia, tetapi juga merupakan nilai yang juga diakui
dunia.
Beliau juga
menjelaskan: “ Indonesia adalah sebuah negara bangsa yang multikultural di
semua tingkatan mulai konstitusi hingga praktik sosial. Secara substantif dan
prosedural, semua konstitusi produk sejarah Indonesia, UUD 1945 dan UUDS 1950,
menyimpan konsep demokrasi yang menghargai keberagaman yang bersifat
multikultural.”
Pentingnya
pengarusutamaan multikulturalisme juga disampaikan Prof. Drs. Syafiq A. Mughni,
MA, Ph.D, Ketua Umum PW Muhammadiyyah Jawa Timur. Ia menyatakan bahwa variasi
masyarakat beragama saat ini salah satunya diwarnai dengan dinamika kalangan
ekstrimis – fundamentalis yang tentunya harus menjadi sasaran utama
pengarusutamaan multikulturalisme agar dapat membuka ruang dialog. Beliau
menyebutkan bahwa wadah bagi kontekstualisasi gagasan multikulturalisme bisa
melalui bidang politik, pendidikan dan dakwah.