Ilmu
Takhrij Hadits
17
juli 2010
Oleh
: Sadum_andes
Takhrij
menurut bahasa mempunyai beberapa makna. Yang paling mendekati di sini adalah
berasal dari kata kharaja ( خَرَجَ ) yang artinya nampak dari tempatnya, atau
keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj ( اْلِإخْرَج ) yang artinya menampakkan dan
memperlihatkannya. Dan al-makhraj ( المَخْرَج ) artinya artinya tempat keluar; dan
akhrajal-hadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits
kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Takhrij
menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang
mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika
diperlukan.
B. Tujuan Dan Manfaat Takhrij
Secara
terminologis, men-takhrij berarti melakukan dua hal, yaitu :
pertama,
berusaha menemukan para penulis hadits itu sendiri dengan rangklaian silsilah
sanad-nya dan menunjukannya pada karya-karya mereka. Kedua, memberikan
penilaian kualitas hadits.
Tujuan
pokok men-takhrij hadits adalah : mengetahui sumber asal hadits yang di-takhrij
dan juga untuk mengetahui keadaan hadits tersebut yang berkaitan dengan maqbul
dan mardud-nya. Sementara untuk kegunaan takhrij hadits adalah :
•
Dapat mengetahui keadaan hadits sebagaimana yang dikehendaki atau yang ingin
dicapai pada tujuan pokoknya.
•
Dapat mengetahui keadaan sanad hadits dan silsilahnya berapapun banyaknya.
dapat
meningkatkan kualitas hadist.
•
Dapat mengetahui pandangan para ulama terhadap ke-shahih-an suatu hadits.
•
Dapat membedakan mana para pe-rawi yang ditinggalkan atau yang dipakai.
•
Dapat menetapkan sesuatu hadits yang dipandang mubham menjadi tidak mubham
karena ditemukannya beberapa jalan sanad, atau sebaliknya.
•
Dapat menetapkan muttashil kepada hadits yang diriwayatkan dengan menggunakan
adat at-tahamul wa al-ada (kata-kata yang dipakai dalam penerimaan dan
periwayatan hadits) dengan ananah (kata-kata an/dari).
• Dapat
memastikan idenditas para pe-rawi.
C. Kitab-Kitab Yang Diperlukan Dalam
Mentakhrij
Penguasaan
para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga
mereka tidakmerasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam
kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan
untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama
dalam ilmu-ilmu syar’i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan
hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari
kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan
hukumnya dari yang shahih atas yang dla’if. Lalu muncullah apa yang dinamakan
dengan “Kutub At-Takhrij” (buku-buku takhrij), yang diantaranya adalah :
•
Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I
(wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab
Asy-Syafi’I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
•
Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin
Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
•
Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf
Az-Zaila’I (wafat 762 H).
•
Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila’I juga.
[Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi
Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]
•
Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi’ah fisy-Syarhil-Kabir
li Ar-Rafi’I; karya Umar bin ‘Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
•
Al-Mughni ‘an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa’
minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-‘Iraqi (wafat tahun 806 H).
•
Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya
Al-Hafidh Al-‘Iraqi juga.
•
At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li
Ar-Rafi’I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqalani (wafat 852 H).
•
Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
•
Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya ‘Abdurrauf Ali Al-Manawi
(wafat 1031 H).
• Dan
Kitab lainnya.
D. Cara Pelaksanaan Dan Metode
Takhrij
Menurut
ath-Thahhan, kitab yang paling baik adalah kitab karya al-Zailai yang berjudul
Nash bar Rayah li Ahadits al-Hidayah, yang didalam kitab itu dijelaskan cara
men-takhrij hadits yaitu :
•
Disebutkannya nash hadits yang terdapat dalaam kitab al-Hidayah (kitab yang
di-takhrij-nya,karya al-Marginani)
•
Disebutkan siapa saja dari penyusun kitab-kitab hadits yang dinilai sebagai
sumber utama dari hadist yang telah diriwayatkannya, dengan menyebutkan
sanad-nya secara lengkap
•
Disebutkan hadits-hadits yang memperkuat hadits dimaksud, disertai dengan
menyebutkan pe-rawi-nya
•
Jika terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, dikemukakannya
hadits-hadits yang dapat dijadikan pegangan bagi pihak yang berselisih
Dalam
takhrij terdapat beberapa macam metode yang diringkas dengan mengambil
pokok-pokoknya sebagai berikut :
1.
Metode Pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari shahabat
Metode
ini dikhususkan jika kita mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits,
lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits :
•
Al-Masaanid (musnad-musnad) : Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang
diriwayatkan oleh setiap shahabat secara tersendiri. Selama kita telah
mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits
tersebut dalam kitab al-masaanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad
dari kumpulan musnad tersebut.
•
Al-Ma’aajim (mu’jam-mu’jam) : Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad
para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf
kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama shahabat dapat memudahkan untuk
merujuk haditsnya.
•
Kitab-kitab Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan
musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika
seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada
sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian
mengambil hadits secara lengkap.
2. Metode Kedua, takhrij dengan
mengetahui permulaan lafadh dari hadits
Cara
ini dapat dibantu dengan :
•
Kitab-kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak,
misalnya : Ad-Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi;
Al-Laali Al-Mantsuurah fil-Ahaaditsl-Masyhurah karya Ibnu Hajar;
Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah
‘alal-Alsinah karya As-Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru
‘ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi’ Asy-Syaibani;
Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas ‘amma Isytahara minal-Ahaadits ‘ala
Alsinatin-Naas karya Al-‘Ajluni.
•
Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya :
Al-Jami’ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.
•
Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab
tertentu, misalnya : Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi
li Ahaaditsi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii
Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi; Miftah
Muwaththa’ Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.
3. Metode Ketiga, takhrij dengan cara
mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari
matan hadits
Metode
ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfaadzil-Hadits
An-Nabawi, berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab
hadits, yaitu : Kutubus-Sittah, Muwaththa’ Imam Malik, Musnad Ahmad, dan Musnad
Ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis, yaitu Dr. Vensink
(meninggal 1939 M), seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda; dan
ikut dalam menyebarkan dan mengedarkannya kitab ini adalah Muhammad Fuad
Abdul-Baqi.
4. Metode Keempat, takhrij dengan
cara mengetahui tema pembahasan hadits
Jika
telah diketahui tema dan objek pembahasan hadits, maka bisa dibantu dalam
takhrij-nya dengan karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan
judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang
berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab
ini disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Dr.
Arinjan Vensink juga. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang
terkenal, yaitu :
•
Shahih Bukhari
•
Shahih Muslim
•
Sunan Abu Dawud
•
Jami’ At-Tirmidzi
•
Sunan An-Nasa’i
•
Sunan Ibnu Majah
•
Muwaththa’ Malik
•
Musnad Ahmad
•
Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi
•
Sunan Ad-Darimi
•
Musnad Zaid bin ‘Ali
•
Sirah Ibnu Hisyam
•
Maghazi Al-Waqidi
•
Thabaqat Ibnu Sa’ad
5. Metode Kelima, takhrij dengan cara
melalui pengamatan terhadap ciri-ciri tertentu pada matan atau sanad
Metode
ini dilihat dari ciri-ciri tertentu dalam matan maupun sanad-nya (klasifikasi)
maka akan ditemukan hadits itu berasal. Ciri-ciri yang dimaksud adalah
ciri-ciri maudhu, ciri-ciri hadits qudsi, ciri-ciri dalam periwayatan dengan
silsilah sanad tertentu, dll.
Contoh
Takhrij Hadits :
Berikut
ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :
Al-Hafidh
Ibnu Hajar rahimahullah berkata,”Hadits ‘Ali bahwasannya Al-‘Abbas meminta
kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang mempercepat pembayaran
zakat sebelum sampai tiba haul-nya. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para penyusun
kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj bin
Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin ‘Adi, dari ‘Ali. Dan diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar Al-‘Adawi, dari
‘Ali. Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-Hakam.
Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim bin Yanaq
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga Abu
Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,”Imam Asy-Syafi’I berkata :
‘Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau
mendahulukan zakat harta Al-‘Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku
tidak mengetahui apakah ini benar atau tidak?’. Al-Baihaqi berkata,”Demikianlah
riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat dengan hadits Abi Al-Bakhtari dari
‘Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Kami sedang
membutuhkan lalu kami minta Al-‘Abbas untuk mendahulukan zakatnya untuk dua
tahun”. Para perawinya tsiqah, hanya saja dalam sanadnya terdapat inqitha’. Dan
sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
kepada ‘Umar,”Kami pernah mempercepat harta Al-‘Abbas pada awal tahun”.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi’”
[At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163]