Bismillaahirrahmaanirrahiim
Edisi : 03/VII, 05
Dzulqa'idah 1417, 14 Maret 1997.
Al-Qur'an
dan Kebebasan Berpikir
Al-Qur'an menyeru
manusia untuk merenungkan kerajaan langit dan bumi serta semua keajaiban dan
rahasia ciptaan Allah dalam hidup ini. Menyeru mereka untuk merenungkan semua
ini agar mencapai kesimpulan yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya
"bahwa suatu karya mengharuskan adanya pencipta, suatu jejak pasti
pelakunya. Oleh karena itu alam ini pasti memiliki Tuhan yang wajib adanya."
Coba kita simak
firman Allah SWT berikut ini, "Maka apakah mereka tidak melihat akan
langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya
dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun. Dan Kami hamparkan bumi
itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan
padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran
dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah)." (QS.
Qaaf: 6-8)
Jika kita menelaah
kenyataan-kenyataan dan bukti-bukti ini, tentu kita akan mengetahui siapa Tuhan
yang harus disembah, maha pencipta dan pemberi rejeki? Siapa perencana,
penggambar, pengatur dan penguasa?
Allah telah
mengingatkan kita dalam kisah Ibrahim AS, akan contoh-contoh yang hidup, yang
menunjukkan kepada kita bagaimana cara berpikir yang sehat, dan bagaimana
seorang mukmin memberikan penalaran yang sehat kepada orang-orang kafir dengan
menggunakan sarana-sarana yang kongkrit dan dalil-dalil empiris.
Sebagaimana diceritakan
dalam Al-Qur'an, Ibrahim pernah menghancurkan patung-patung berhala sembahan
orang-orang kafir. Patung yang paling besar sengaja tidak dirusak oleh Ibrahim.
"Siapa yang melakukan terhadap tuhan-tuhan kita ini," seru Raja
Namrud marah. "Kami mendengar seorang anak muda yang menghancurkan
tuhan-tuhan kita itu. Namanya Ibrahim," kata salah seorang pengikut
Namrud.
Ibrahim lantas
dipanggil, "Apakah kamu yang melakukan ini terhadap tuhan-tuhan kami,
wahai Ibrahim?," tanya Namrud. "Yang melakukan yang besar ini
(Ibrahim menunjuk patung terbesar yang sengaja tidak dirusaknya). Cobalah tanya
kepada dia," Ibrahim menjawab.
Terang saja patung
itu tidak menjawab. Ibrahim berkata, " Apakah kalian akan menyembah patung
yang tidak dapat mendatangkan manfaat sedikitpun pada kalian dan juga tidak
dapat mendatangkan mudharat. Celaka bagi kalian dan apa yang kalian sembah
selain Allah. Apakah kalian tidak menggunakan akal untuk tahu?"
Allah mencela pada
setiap orang yang tidak menggunakan akalnya untuk mencapai hakikat kebenaran.
Allah juga mengecam kepada orang-orang taklid, yaitu orang-orang yang tidak
menghargai nikmat akalnya, sehingga mereka tidak mau memikirkan tentang
kekuasaan Tuhan yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan.
Sebaliknya mereka berjalan di belakang kerusakan dan kemaksiatan yang mereka
warisi dari nenek moyang mereka.
"Dan apabila
dikatakan kepada mereka:"Ikutilah apa yang diturunkan Allah".Mereka
menjawab:"(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya".Dan apakah mereka (akan mengikuti
bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang
menyala-nyala (neraka)?" (QS. Luqman: 21)
Allah pun tiak
main-main menanggapi orang-orang musyrik itu. Firman-Nya:
"Katakanlah:"Segala
puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya.Apakah
Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?"
Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air
untukmu dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang
berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan
pohon-pohonnya . Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Bahkan
(sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). Atau
siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan
sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung
(mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di
samping Allah ada ilah (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka
tidak mengetahui. Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam
kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan
yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi?Apakah di samping Allah
ada ilah (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). Atau siapakah yang
memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula)kah yang
mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya?
Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa
yang mereka persekutukan (dengan-Nya). Atau siapakah yang menciptakan (manusia
dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang
memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi Apakah di samping Allah ada ilah
(yang lain)?. Katakanlah:"Unjukkanlah bukti kebenarannmu jika kamu
orang-orang yang benar". (QS. An-Naml: 59-64)
Allah telah
menyampaikan bukti-bukti yang kuat dan mantap tentang keberadaan-Nya, keesaan-Nya.
Allah menantang kepada orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya untuk
mendatangkan dalil yang mendukung keyakinannya. Atau bukti yang memperkuat
pengakuannya yang palsu itu.
Ayat-ayat di atas tak
syak lagi membicarakan puncak kebebasan berpikir jauh dari keterikatan taklid
dan kejumudan. Kebebasan berpikir di sini bukan berarti melepas kendali
pandangan kita, sehingga kita berjalan ngawur dan tenggelam dalam kesesatan dan
penyelewengan. Akan tetapi kebebasan berpikir yang dianjurkan Al-Qur'an adalah
kebebasan berpikir yang berpegangan pada sinar yang menerangi jalan dan
menjelaskan rambu-rambu. Kemudian membiarkan pandangan kita bebas memilih. Ini
dimaksudkan untuk memberi kesempatan mengevaluasi diri dan untuk mengetahui ke
arah mana kita akan menuju dan jalan mana yang akan kita tempuh.
Pada metode yang
jelas lagi sehat inilah Al-Qur'an mengarahkan pemikiran manusia supaya
terhindar dari gelombang fitnah, penyelewengan, kesesatan, jauh dari lembah
ketaklidan dan kejumudan serta mengangkatnya ke tempat yang mulia, tempat Allah
menampakkan kebenaran dan mencapai pantai keselamatan dengan aman dan damai.
Di atas jalan yang
lurus inilah Rasulullah SAW dan para sahabatnya berjalan. Rasulullah sangat
menghargai pendapat yang benar dan melaksanakannya. Rasulullah memberi
kelonggaran kepada sahabat yang berjauhan darinya untuk berijtihad dengan
aklnya dalam masalah-masalah yang tidak ia dapatkan dalam nash Al-Qur'an atau
Sunnah Nabi seraya mengumumkan, "Barangsiapa yang berijtihad dan benar,
maka baginya dua pahala. Dan barang siapa yang berijtihad dan slaah, maka
baginya satu pahala".
Dalam sebuah hadits
disebutkan, Rasulullah mengutus Mu'adz Ibnu Jabal sebagai hakim di Yaman. Nabi
bertanya, "Wahai Mu'adz! Dengan apa engkau menghakimi? Muadz menjawab,
"Dengan Kitab Allah." "Jika engkau tidak mendapatkan dalam Kitab
Allah?" Kata Mu'adz, "Dengan Sunnah Rasulullah". "Dan jika
tidak engkau dapatkan dalam sunnah?" Mu'adz menjawab, "Aku berijtihad
dengan pendapatku." lalu Nabi menepuk dadanya seraya berkata, "Segala
puji bagi Allah yang telah memberi taufik utusan Rasulullah."
Berangkat dari
pemikiran yang sehat ini dapat kita katakan bahwa perbedaan mazhab Hanafiyah,
Syafi'iyah, Malikiyah dan Hambaliyah hakekatnya melambangkan kebebasan
berpikir.
Kaum muslimin tidak
statis di hadapan teks Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi kemudian berhenti pada
makna lahiriyah tanpa rahasia-rahasianya. Akan tetapi setiap orang muslim
mendalami dan menyelaminya sampai ia dapat mengambil dari 'harta karun' yang
berharga ini sesuai dengan kemampuannya, dan menyingkap jaraknya yang sangat
jauh sesuai dengan kemampuan pandangan mata hatinya.
Sebagai akibat dari
perbedaan kemampuan dalam lapangan akal pemikiran dan pandangan mata dan hati,
timbullah perbedaan pendapat di kalangan ilmuwan-ilmuwan (ulama) agama,
pakar-pakar fiqh dan pemikir Islam. Dan perbedaan pendapat itu tidak mungkin
bertentangan dan bertolak belakang, karena berasal dari satu sumber, yaitu
Kitab Allah yang tidak dapat dijamah kebatilan dari depan atau dari belakang.
Dan Kitab Allah itu selalu mengarahkan kepada satu tujuan, yaitu membuat
manusia berbahagia baik secara perseorangan maupun secara kelompok masyarakat.
Mengarahkan energi manusia pada hal-hal yang bermakna dan bermanfaat serta
menjauhkan manusia dari hukum rimba dan logika taring dan kuku binatang.
Oleh karena itu kaum
muslimin berlapang dada terhadap perbedaan yang timbul dari kebebasan berpikir
karena perbedaan ini tidak akan melampaui lapangan kebenaran baku yang telah
digariskan, tidak akan mengakibatkan lahirnya keburukan dan kerusakan, akan
tetapi malah akan mewujudkan keadilan dan kesadaran. Sebab dengan adanya
perbedaan ini jalan-jalan menuju keselamatan bertambah banyak, dan bertambah
banyak pula pintu-pintu masuk keridhaan Allah dan rahmat-Nya.
Maka seyogyanya kaum
muslimin di seluruh tempat dan zaman untuk mengambil petunjuk tata cara Islam
dan prinsip-prinsipnya yang luhur lagi bijaksana. Seharusnya mereka juga
belajar dari agamanya bahwa perbedaan pendapat tentang suatu persoalan atau
pemikiran tidak sepatutnya menjadi penyebab putus hubungan atau sekat pemisah
selama masih ada Kitab Allah SWT berikut Sunnah Rasulullah berada di antara
yang sedang kebingungan. Al-Qur'an dan Sunnah itu akan membimbing orang-orang
yang sedang kebingungan dan membimbing orang-orang yang sesat menuju jalan
kebajikan dan keberuntungan. Semoga.
Turki
di Persimpangan Jalan
Langkah Perdana
Menteri Turki Necmettin Erbakan untuk menggolkan Islam di negerinya ternyata
belum semulus yang diharapkan. Ia telah mengajak rakyatnya untuk memanfaatkan
momen Ramadhan bagi penerapan kembali cara hidup dan budaya Islam, tetapi
ajakan itu ditentang banyak pihak. Ia juga berjanji akan mengupayakan
dicabutnya larangan berjilbab bagi muslimah di tempat kerja, tetapi upaya itu
keburu dijegal. Konspirasi musuh-musuhnya dengan pihak militer masih cukup
kuat. Bahkan sebaliknya justru Erbakan yang dituduh merekayasa sesuatu tidak
pada tempatnya dan dituntut mundur.
Mosi tidak percaya
telah diajukan untuk Perdana Menteri yang seorang profesor itu. Tetapi
untunglah masih lebih banyak yang percaya sehingga parlemen Turki tetap
memutuskan Erbakan menjabat Perdana Menteri dalam waktu lebih lama lagi.
Persoalan ini
kemudian mengingatkan kita bahwa Turki telah begitu banyak bergeser dari jalur
Islam sebagaimana yang kita bayangkan. Masih banyak musuh Islam bergentayangan
dengan terang-terangan. Dan ini didukung oleh dunia Barat atau pihak-pihak lain
yang tidak senang dengan Islam.
Sebuah komentar di
sebuah radio swasta perihal Erbakan menyatakan, penentangan militer berdasarkan
pada prinsip yang penting, yakni sekularisasi Turki. Dengan memilih bentuk
negara sekuler, terbukti Turki mampu tampil sebagai negara paling maju di
antara negara berkembang saat ini, demikian sang penyiar mengatakan. Jadi
jangan dikembalikan kepada Islam lagi, yang malah akan membawa kemunduran.
Apalagi, langkah itu bisa berakibat mengendurkan dukungan NATO pada Turki.
Padahal bila
direnungkan, apakah benar kemajuan Turki --bila dianggap sebagai kemajuan,
bukan kebangkrutan karena beban utangnya yang luar biasa besar-- semata-mata
disebabkan oleh sikap sekuler sejak Kemal Attaturk? Turki dulu merupakan pusat
pemerintahan sebuah negara yang demikian luas, yang kekuasaannya meliputi
pantai utara Afrika, Timur Tengah, Eropa Timur, hingga Asia Tengah. Sangat
wajar bila Turki memiliki modal sangat besar untuk membangun negaranya. Jadi
bila berhasil di kemudian hari, sudah seharusnya, apapun bentuk negaranya.
Justru bila ternyata tak kunjung berhasil, itu yang layak menimbulkan
pertanyaan.
Sebenarnya kesadaran
untuk kembali ke Islam telah cukup lama muncul dan cukup kuat. Terbukti partai
Refah yang membela Islam bisa menang pemilu --di Indonesia saja tidak terjadi.
Juga parlemen masih lebih banyak mendukung Erbakan.Tetapi memang masih banyak
posisi kunci yang dipegang pihak-pihak yang memusuhi Islam, sehingga tidak
gampang menggelindingkan gagasan Islam.
Hal demikian justru
merupakan sarana bagi para pemuka Islam Turki untuk belajar bermain lebih
canggih lagi. bagaimana bisa tetap mensukseskan idenya tanpa menyinggung pihak
yang memusuhi. tetap menggelindingkan Islam tanpa mengusik kenyenyakan tidur
para penentang Islam.