Tafsir,Ta'wil dan Terjemah Serta Metodenya


Tafsir,Ta'wil dan Terjemah Serta Metodenya
BAB I
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang berisi firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan perantara malaikat jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia.[1] Rasulullah mendapat tugas dari Allah untuk menjelaskan (menafsirkan) ayat Al-Qur’an. Tugas ini memberikan petunjuk bahwa penjelasan-penjelasan beliau pasti benar, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an.
Artinya : Dan kami telah menurunkan kepadamu (Muhammad) az-zikra (Al Qur’an) supaya kamu dapat menjelaskannya kepada manusia. Apa yang diturunkan  kepada mereka semoga mereka berfikir. (An-Nahl : 44).
Ayat tersebut didukung oleh firman Allah yang mengandung arti bahwa Rasulullah ma’sum (terpelihara dari melakukan dosa). Misalnya dalam surat QS. 9 : 42, 3 : 128, 80 : 1 dan sebagainya.
Sebagian ulama ahli tafsir membatasi tafsir kadang-kadang pada berbagai aspek eksternal dari teks, sehingga mereka mengungkapkan bahwa tafsir adalah ilmu tentang turunnya dengan ayat-ayat, surat-surat dan cerita-cerita yang berkenaan dengan ayat, isyarat yang ada di dalamnya, kronologi makkiyah dan madaniyah muhkam dan mutasybih nasikh dan mansukh, khas dan am, mutlaq dan muqayyam, mujmal dan mufassar. Selain itu ada yang menambahkan ilmu tentang halal dan haram, janji dan ancaman, perintah dan larangan, ibrah dan perumpamaan. Inilah aspek yang tidak diperkenankan bagi ra’yu untuk ikut campur.

[1] Lukman Ali dkk, Kamus Besar bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,1997) cet.9, Hlm.28


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian tafsir, ta’wil, dan terjemah serta metodenya.
1.  Dalam kamus bahasa Indonesia bahwa tafsir adalah keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an sehingga lebih jelas maksudnya.[1]  tafsir menurut segi bahasa mempunyai arti; menerangkan suatu makna secara mutlak baik menerangkan makna Al-Qur’an atau lainnya. Namun menurut istilah; yang dimaksud dengan ilmu tafsir adalah ialah: satu ilmu kusus untuk memahami kitab suci allah (Al-Qur’an) yang diturunkan pada Nabi Muhammad saw., dan menerangkan ayat-ayatnya serta pengambilan hukum yang terkandung didalamnya.[2] Dan pakar ulumul Qur’an seperti Imam Suyuthi dalam Al-Ithqan mengatakan kata tafsir terbentuk dari wajan    ”Tafil”dari kata Al-fasr  yang berarti penjelasan (al-Bayan) dan pengungkapan (Al-Kasyf)  atau Al-Tafsirah yang berarti urine sebagai indikator diagnosa penyakit( jalaludin  Al-Syuyuthi jilid IV, hlm. 167).[3] Juga buku lain menjelaskan menurut Imam Zarkasi bahwa tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, penjelasan arti-arti kandungannya.[4]  Tafsir menurut bahasa mengikuti wazan   ”ta’fil”, berasal dari akar kata al-fasr(f,s,r) yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak kata kerjanya mengikuti wazan  ”daraba-yadribu” dan ”nashara-yansuru”. Dikatakan: ”fasara (asy-syai’a) yafsiru” dan ”yafsuru fasran”, dan ”al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup.[5] Dalam  kamus Lisanul Arab dinyatakan: kata ” Al-Fasr” berarti menjelas dan menerangkan atau membuka.[6] sedangkan kata ”Tafsir” berarti menyingkap maksud sesuatu yang musykil, pelik (aneh).[7]  Dalam al-Qur’an dinyatakan
 “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.(Al-Furqan [25]:33)”
Ayat diatas menurut Al-Marhagi  “tidak satupun sifat yang aneh yang diajukan oleh orang-orang musyrik itu kepadamu, yang mereka maksudkan untuk menodai kenabianmu, kecuali kami bantai dengan kebenaran yang menolak perkataan mereka dan mematahkan segala permintaan mereka yang tolol, kebenaran yang lebih jelas disbanding apa yang mereka katakana”.[8]
Juga dalam buku Ilmu Al-Qur’an bahwa tafsir adalah secara bahasa, kata tafsir berasal dari kata fassara yang semakna dengan awdhaha dan bayyana, dimana tafsir – sebagai mashdar dari fassara -  semakna dengan idhah dan tabyin. Kata-kata tersebut dapat diterjemahkan kepada ”menjelaskan” atau menyatakan.[9]
2. Pengertian takwil
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa ta’wil adalah penjelasan (seperti tafsir atau takbir).[10] Dan kata ta’wil berasal dari kata ala yaulu aulan yang berarti kembali kepada asal. Ada yang berpendapat ta’wil berasal dari kata iyalah yang berarti mengatur.[11] Dalam bukulain dijelaskan ta’wil adalah pemahaman atau pengertian atas fakta faktual dari sumber-sumber suci (al-Qur’an dan As-Sunnah )sedemikian rupa, sehingga yang diperlihatkan bukanlah makna lahiriyah kata-kata pada teks sumber suci itu tetapi pada  ”makna dalam”bathin,inward meaning) yang dikandungnya.[12] Jadi ta’wil menurut penulis adalah suatu penjelasan terhadap suatu teks dalam Al-Qur’an sehingga bisa dimengerti secara luas apa yang dimaksud secara mendalam oleh pembaca.

3. Terjemah
Menurut kamus besar bahasa indonesia terjemah adalah menyalin atau memindahkan dari suatu bahasa ke bahasa lain.[13] Menurut Manna Khalil Al-Khattan dalam bukunya Mabahis Fi Ulumil Qur’an yang diterjemahkan oleh Mudzakir bahwa terjemah adalah dapat dipergunakan pada dua arti:
a. Terjemah harfiah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai tertib bahasa pertama.
b. Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelasskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.[14]


4. Metodenya
Secara umum ada dua metode tafsir dalam Islam. Pertama, tafsir bir riwayah dan kedua tafsir bir ra'yi. Kita akan bahas satu persatu.
a.     Tafsir bir riwayah
Maksudnya adalah tafsir yang dalam memahami kandungan ayat al-Qur'an lebih menitikberatkan pada ayat al-Qur'an dan riwayat hadis. Isi tafsir dengan metode ini penuh dengan riwayat hadis dan jarang sekali pengarang tafsir tsb menaruh pemikirannya. Tafsir at-Thabari misalnya dianggap mewakili corak penafsiran model ini.
Yang paling baik dari tafsir jenis ini adalah mufassir yang menggunakan ayat qur'an untuk menafsirkan ayat Qur'an yang lain. Atau dalam ungkapan bahasa arab disebut "Al-Qur'an yufassiruhu ba'dhuhu ba'dhan" (al-Qur'an itu menafsirkan sebagian ayatnya dengan sebagian ayat yang lain).  Dari model tafsir bir riwayat dikelompokkan lagi dua macam bentuk penafsirannya:
1) tafsir at-tahlili, artinya mufassir (ahli tafsir) memulai kitab tafsirnya dari    al-Fatihah sampai surat an-nas. Ia uraikan tafsirnya menurut urutan surat dalam al-Qur'an. Semua kitab tafsir klasik mengikuti model ini.
2) Tafsir maudhu'i (tematis), artinya mufassir tidak memulai dari surat pertama sampai surat ke-114, melainkan memilih satu tema dalam al-Qur'an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Qur'an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut. Ambil contoh, kita ingin tahu apa makna Islam dalam al-Qur'an. Maka kita himpun semua ayat yang berisikan kata Islam (dan segala derivasinya) lalu kita tafsirkan. Jadi, tafsir model ini bersifat tematis. Konon metode seperti ini dimulai oleh Muhammad al-Biqa'i. Dari kalangan Syi'ah yang menganjurkan metode model ini adalah Muhammad Baqir as-Shadr. Pak Quraish Shihab adalah ahli tafsir Indonesia yang pertama kali memperkenalkan metode ini dalam tulisan-tulisannya di tanah air. Bukunya Wawasan al-Qur'an berisikan tema-tema penting dalam al-Qur'an yg dibahas dengan metode maudhu'i ini.
b.       Tafsir Bir Ra'yi.
Dari namanya saja terlihat jelas bahwa tafsir model ini kebalikan dengan tafsir bir riwayah. Ia lebih menitikberatkan pada pemahaman akal (ra'yu) dalam memahami kandungan nash. Tetap saja ia memakai ayat dan hadis namun porsinya lebih pada akal. Contoh tafsir model ini adalah Tafsir al-kasysyaf karya Zamakhsyari dari kalangan Mu'tazilah, tafsir Fakh ar-Razi, Tafsir al-Manar.
Kalau mau dipilah lagi maka tafsir model ini bisa dibagi kedalam:
a. Tafsir Bil 'Ilmi (seperti menafsirkan fenemona alam dengan kemudian merujuk ayat Qur'an)
b. Tafsir Falsafi (menggunakan pisau filsafat utk membedah ayat Qur'an)
c. Tafsir Sastra. Lebih menekankan aspek sastra dari ayat al-Qur'an. Model tafsir ini pada masa sekarang dikembangkan oleh Aisyah Abdurrahman (dia perempuan lho) atau terkenal dengan nama Bintusy Syathi. Alhamdulillah karya Bintusy Syathi ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Sebagai catatan, untuk kajian modern sekarang, sesungguhnya penggolongan secara kaku dan ketat tafsir bir riwayah dan bir ra'yi itu tak lagi relevan. Seperti tafsir-nya Bintusy Syathi setelah saya simak ternyata penuh dengan kandungan ayat Qur'an untuk memahami ayat lain. Begitupula tafsir al-Manar, pada sebagian ayatnya terlihat keliberalan penulisnya tapi pada bagian ayat lain justru terlihat kekakuan penulisnya. Tafsir model maudhu'i (tematis) juga tak bisa secara kaku dianggap sebagai tafsir bir riwayah semata.[15]
Lalu yang mana metode tafsir yang terbaik? Kitab tafsir mana yang paling baik?
Syeikh Abdullah Darraz berkata:"Al-Qur'an itu bagaikan intan berlian, dipandang dari sudut manapun tetap memancarkan cahaya. Kalau saja anda berikan kesempatan pada rekan anda untuk melihat kandungan ayat Qur'an boleh jadi ia akan melihat lebih banyak dari yang anda lihat."
B.     Sumber-Sumber Tafsir.
Sumber-sumber tafsir al-Qur'an ada tujuh, yaitu :
1. Tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an
    Karena ayat-ayat itu tafsir-mentafsirkan dan jelas-menjelaskan antara satu          dengan yang lain.
2. Tafsir dengan hadits yang shahih
    Seperti hadits Bukhari dan Muslim, sekali-kali tidak boleh dengan hadits yang dhaif atau   
    maudhu'
3. Tafsir dengan perkataan sahabat
    Perkataan sahabat yang khusus menerangkan sebab-sebab turun ayat, bukan menurut pendapat     dan pikirannya.
4. Tafsir dengan perkataan tabi'in
    Perkataan para tabi'in bila mereka ijma' atas suatu tafsir. Hal ini menurut pendapat bahwa
     ijma' itu hujjah.
5. Tafsir dengan umum bahasa arab bagi ahli ilmu Lughah Arabyah.
6. Tafsir dengan ijtihad bagi ahli ijtihad
7. Tafsir dengan Tafsir 'aqli dan Tafsir Shufi
    Tafsir dengan 'aqli bagi Mu'tazilah atau menurut syi'ah dan Tafsir dengan jalan shufi bagi
    ahli tasawuf
        Dengan keterangan tersebut nyatalah, bahwa tidak boleh mentafsirkan al-Qur'an dengan Israailiyat (Yang berasal dari Yahudi) seperti ka'bul Ahbar, Ibnu Munabbih dan lain-lain karena tidak termasuk dalam salah satu yang tujuh itu.[16]
        Berkata Nabi Muhammad s.a.w :
Laa tushoddiquw ahlal-kitaabi wa laa tukadzdzibuwhum
Janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula kalian dustakan (Hr. Bukhary)
        Maka menjadikan Israailiyat tafsir al-Qur'an berarti membenarkan perkataan mereka, pada hal Nabi melarang membenarkan mereka itu.
C.     Macam-Macam Tafsir.
Secara umum tafsir dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Tafsir bil ma'tsur dan tafsir bir
ro'yi. Dibawah ini kita jelaskan ada dua macam tafsir ini beserta hukumnya:
1. Tafsir Bil Ma’tsur
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang berlandaskan naqli. yang shahih, dengan cara menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an atau dengan sunnah, yang merupakan penjelas kitabullah. Atau dengan perkataan para sahabat yang merupakan orang-orang yang paling tahu tentang kitabullah, atau dengan perkataan tabi'in yang belajar tafsir dari para sahabat.tafsir bil ma’sur adalah tafsir yang berpedoman kepada tafsirtafsir yang disandarkan kepada sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in dan kemudian lahir pulalah yang dinamakan At-Tafsir Bir Ra’yi[17]
Cara tafsir bil ma'tsur adalah dengan memakai atsar-atsar yangmenjelaskan tentang makna suatu ayat, dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak ada faedahnya, selama tidak ada riwayat yang shohih tentang itu.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Wajib diketahui bahwa nabi telah menjelaskan makna-makna Al-Qur'an kepada para sahabat sebagaimana telah menjelaskan lafadz-lafadznya kepada
mereka. Karena _rman Allah.
agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
dirurunkan kepada mereka (QS. An-Nahl: 44)
mencakup penjelasan lafadz-lafadz dan makna.
Dan beliau juga berkata, Jika ada orang yang bertanya, "Apa jalan tafsir yang terbaik?" Maka jawabannya adalah : Yang paling shahih dari cara menafsirkan Al-Qur'an adalah menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an. Apa yangdimaksud mujmal di suatu ayat, dijelaskan di ayat lainnya. Apa yang diringkas dalam suatu ayat, diperpanjang di tempat yang lain.
Kalau hal ini menyulitkanmu maka wajib bagimu mencarinya dalam sunna Rasulullah, karena sunnah adalah pemberi keterangan Al-Qur'an dan penjelas baginya. Allah ber_rman, Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl:
44).
Dan karena inilah Rasulullah bersabda, Ketahuilah aku telah diberi Al-Qur'an dan yang semisalnya (yaitu As-Sunnah) bersamanya. Dan jika kita tidak menjumpai tafsir dalam Al-Qur'an dan sunnah, maka kita merujuk kepada perkataan para sahabat. Karena mereka lebih tahu tentang tafsir dengan apa-apa yang mereka persaksikan dari Al-Qur'an dan keadaan-keadaan khusus bagi mereka. Juga apa yang dimiliki mereka dari pemahaman yang sempurna, ilmu yang shahih dan amal yang shahih.
Dan jika kita tidak mendapatkan tafsir dalam Al-Qur'an dan tidak jugadalam As-Sunnah dan tidak juga dari perkataan para sahabat, maka banyak para imam yang merujuk kepada perkataan tabi'in seperti Mujahid bin Jabr, Sa'id bin Jubair, Ikrimah, Atho' bin Abi Robah, Al-Hasan Al-Bashri, Masruq bin Al-Ajda', Sa'in bin Al-Musayyib, Abul 'Aliyah, Robi' bin Anas, Qotadah, Adh-Dhohak bin Muzaahim dan yang selain mereka dari tabi'in.
Hukum Tafsir Bil Ma’tsur.
Tafsir bil ma'tsur adalah yang wajib diikuti dan diambil. Karena terjaga dari penyelewengan makna kitabullah. Ibnu Jarir berkata, Ahli tafsir yang paling tepat mencapai kebenaran adalah yang paling jelas hujjahnya terhadap sesuatu yang dia tafsirkan dengan dikembalikan tafsirnya kepada Rasulullah dengan khabar-khabar yang tsabit dari beliau dan tidak keluar dari perkataan salaf.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
Dan kita mengetahui bahwa Al-Qur'an telah dibaca oleh para sahabat,tabi'in dan orang-rang yang mengikuti mereka. Dan bahwa mereka paling tahu tentang kebenaran yang dibebankan Allah kepada Rasulullah untuk menyampaikannya.
2. Tafsir Bir Ro’yi
Tafsir bir Ro’yi adalah tafsir yang berlandaskan pemahaman pribadi penafsir, dan istimbatnya dengan akal semata. Tafsir ini banyak dilakukan oleh ahli bid'ah yang meyakini pemikiran tertentu kemudianmembawa lafadz-lafadz Al-Qur'an kepada pemikiran mereka tanpa ada pendahulu dari kalangan sahabat maupun tabi'in. Tidak dinukil dari para imam ataupun pendapat merek dan tidak pula dari tafsir mereka.  Seperti kelompok Mu'tazilah yang banyak menulis tafsir berlandaskan pokok-pokok pemikiran mereka yang sesat, seperti Tafsir Abdurrohman bin Kaisar, Tafsir Abu 'Ali Al-Juba'i, Tafsir Al-Kabir oleh Abdul Sabban dan Al-Kasysyaf yang ditulis oleh
Zamakhsari.
Hukum Tafsir Bir Ro’yi
Adapun menafsirkan Al-Qur'an dengan akal semata, maka hukumnya adalah harom.
Sebagaimana _rman Allah,
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. (QS. Al-Isro': 36)
Rasulullah bersabda,
Barangsiapa yang berkata tentang Al-Qur'an dengan akalnya semata, maka
hendaknya mengambil tempat duduknya di neraka. 18
Karena inilah, banyak ulama salaf yang merasa berat menafsirkan suatu ayat Al-Qur'an
tanpa ilmu, sebagaimana dinukil dari Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa ia berkata,
Bumi manakah yang bisa membawaku, dan langit manakah yang akan
menaungiku jika aku mengatakan sesuatu tentang Al-Qur'an yang aku tidak punya ilmunya?
Dari Ibnu Abi Malikah bahwasanya Ibnu Abbas ditanya tentang suatu ayat yang jika sebagian di antara kalian ditanya tentu akan berkata tentangnya, maka ia enggan berkatatentangnya.
Berkata Ubaidullah bin Umar, Telah aku jumpai para fuqoha Madinah, dan sesungguhnya mereka menganggap besar bicara dalam hal tafsir. Di antara mereka adalah Salim bin Abdullah, Al-Qosim bin Muhammad, Sain bin Musayyib dan Na_'.Masyruq berkata, "Hati-hatilah kalian dari tafsir, karena dia adalah riwayat dari Allah."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
Secara umum, barangsiapa yang berpaling dari madzhab sahabat dan tabi'in dan tafsir mereka kepada tafsir yang menyelisihinya, maka telah berbuat kesalahan, bahkan berbuat bid'ah (sesuatu hal yang baru yang tidak ada contohnya dari Rasulullah) dalam agama.[18]
D.    Memperkenalkan Khazanah Kitab-Kitab Tafsir/ Diskusi (pustaka).
1.      Kitab Tafsir Bil Ma’sur
a. Tafsir Ibn Abas
Ibnu abas adalah seorang seorang sahabat dikenal dengan julukan “Tarjumanul Qur’an”. Umar bin khatab menghormati dan mempercayaitafsir-tafsirnya. Riwayat-riwayat dari ibnu abbas cukup banyak jumlahnya dan berbeda-beda tingkat kesahihannya dan kedhaifannya. Para ulama telah menelusuri riwayat-riwayat tersebut dan mengungkap kuwalitas kesahihannya.[19]
b. Tafsir Jamiul Bayan Fi Tafsiril Qur’an
Ibn Jarir At-Tabari dipandang sebagai salah satu tokoh terkemuka yang menguasai benar berbagai disiplin ilmu dan telah meninggalkan warisan keislaman cukup besar yang senantiasa mendapat sambutan baik disetiap masa dan generasi.
c. Al-Muharatul Wajiz Fi Tafsiril Kitabil Aziz Oleh Ibn ‘Atiyah.
Ibn ‘Atiah adalah salah seorang hakim andalus (sepanyol) yang terkenal. Ia tumbuh dilingkungan keluarga berilmu dan penuh keutamaan. Ia adalah seorang ahli fiqih besar, menguasai ilmu hadits, tafsir, bahasa dan sastra, cerdas dan baik pemahamannya dan pendukung utama mazab maliki.
d. Tafsirul Qur’anil Azim oleh ibn kasir
Imamuddin Abul Fida’ Ismail Bin kasir adalah seorang imam besar yang hafiz. Keistimewaan Ibn Kasir terletak pada seringnya ia memperingatkan akan riwayat-riwayat Israilliyat munkar (tertolak)yang dalam tafsir bil ma’sur.
2. Kitab Tafsir Bir Ra’yi
a. Mafatihus Gaib oleh ar-Razi
Fakharudi ar-Razi adalah seorang ulama yang menguasai banyak disiplin ilmu yang sangat menonjol dalam ilmu-ilmu naqli dan ‘Aql.
b. Al-Bahrul Muhit, oleh Ibnu Hayyan
Abu Hayyan Andalusi al-Garnati mempunyai pengetahuan yang sangat luas tentang bahasa, tafsir, hadits, riwayat tokoh-tokoh hadits dan tingkatannya terutama tokoh-tokoh yang hidup  di barat.
c.  Al-Khasysyaf ‘an Haqa Iqid Tanzil Wa Uyunil Aqawil Wujuhid Ta’wil, oleh Az-Zamakhsyari.
Zamakhsyari adalah seorang ulama genius yang sangat ahli dalam bidang ilmu nahwu, bahasa, sastra, dan tafsir. Pendapat-pendapatnya tentang ilmu bahasa Arab diakui dan dipedomani oleh para ahli bahasa karena keorisinilan dan kecermatannya.
3. Kitab Abad Modern
a. Al-Jawahir Fi Tafsiril Qur’an oleh Syeh Tantawi Jauhari
Syeikh Tantawi Jauhari adalah seorang yang sangat tertarik dengan keajaiban alam yang berprofesi sebagai pengajar pada sekolah Darrul ‘ulum Mesir ia menafsirkan beberapa ayat Al-Qur’an untuk para siswanya disamping menulis pula di beberapa mass media, kemudian ia publikasikan karangannya dibidang Tafsir Al-Jawahir fi Tafsiril Qur’an
b. Tafsir Al-Manar, oleh Syayid Muhammad Rasyid Ridha
Syikh  Muhammad Abduh telah merintis kebangkitan ilmiah dan memberikan buahnya kepada murid-muridnya. Kebangkitan itu berpusat pada kesadaran islami, upaya pemahaman ajaran sosiologi islam dan pemecahan agama terhadap problematika kehidupan pada masa kini.
c. Fi zilalil Qur’an oleh syayid Kutub

d. At-Tafsir al-Bayani lil Qur’anil Karim, oleh A’isyah Abdurrahman binti As-Syati’
Dr.A’isyah Abdurrahman, popular dengan nama Bintusy Syati’. Ia adalah pengajar pada fakultas adab di Kairo dan pada fakultas Tarbiyah putri.
4. Tafsir Fuqaha
a. Ahkamul Qur’an, oleh Al-Jassas
b. Ahkamul Qur’an, oleh Ibn ‘Arabi
c. Al-Jami’li Al-Ahkamul Qur’an, oleh Abu Abdullah al-kurtubi.

 [1]Lukman Ali dkk, Kamus Besar bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka,1997)cet.9, Hlm.988
[2] Soleh Muhammad Basalamah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an,(Semarang: Karya Toha Putra Semarang),cet. Pertama, hlm.,99
[3]H.E. Syibli Syarjaya, Tafsir Ayat-Ayat Akhkam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.2
[4]Al-Sayid Muhammad bin alawi al-Maliky al-Hasany, Al-Qawaid Al- Siasyahtu Fi Ulumul Qur’an yang diterjemahkan oleh H.A. Idhoh Anas, Kaidah-Kaidah Ulumul Qur’an (Pekalongan: Al-Asari Pekalongan,2008) hlm. 175
[5] Manna’ Khalil al-Qattan, Mabaa Hits  Fi Ulumul Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2009) cet. Ke 12, hlm.455
[6]Abi Fadil Jamaluddin Bin Mukallam Bin manzur dan Faiqil Maisiri, Lisanul Arab, (Bairut: Darul Fikri, 1410/1990),  jilid 5, hlm.3412
[7] Manna’ Khalil al-Qattan, opcit, hlm.456
[8] Ahmad Musthafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi juz XIX diterjemahkan Bahrun Abu Bakar, dkk,(semarang: PT.Karya Karya Putra Semarang),cet.kedua, hlm.,  23
[9] Kadar M Yusuf, Studi Al-Qur’an,(Jakarta: PT.AMZAH, 2009) cet.1, hlm.126
[10] Lukman Ali dkk,opcit, hlm.994
[11] Soleh Muhammad Basalamah,opcit, hlm.,10
[12] Budi munawar Rachman, Kontekstualisasi Dokrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta: PT. Temprint, 1994) cet. pertama, hlm.11.
[13] Lukman Ali dkk,opci, hlm.1047
[14] Manna’ Khalil al-Qattan, opcit, hlm.443
[15] http://muslim-christianity.faithweb.com/tafsir.htm
[16] http://www.mail-archive.com/keluarga-islam
[17] Habsy Sidiqi, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang:Pustaka Rizki Putra, 1987), hlm.159
[18] http://alqiyamah.wordpress.com/2008/04/tafsir-keutamaan-dan-macam-macamnya.
[19] Manna’ Khalil al-Qattan, opcit, hlm.499



KESIMPULAN
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, karena Al-Qur’an diturunkan berbentuk umum dan belumlah jelas maksudnya jadi muncul orang yang memikirkan ayat-ayat al-Qur’an bagaimana bisa dipahami oleh semua kalangan , itulah manfaat tafsir yang memberikan  keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an sehingga lebih jelas maksudnya. Para mufasirin berusaha mencari cara atau metode-metode yang tepat untuk zamannya sehingga muncullah para mufasirin dari zaman ke zaman banyaklah. Para mufasir-mufasir itu adalah
a. Tafsir ibn abas
b. Ibn Jarir At-Tabari dengan karangannya Tafsir jamiul bayan fi tafsiril qur’an
c. Al-muharatul wajiz fi Tafsiril kitabil Aziz oleh Ibn ‘Atiyah
d. Imamuddin Abul Fida’ Ismail Bin kasir
e. Mafatihus Gaib oleh ar-Razi
f. Dan lain sebagainya.










DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abi Fadil Jamaluddin Bin Mukallam Bin manzur dan Faiqil Maisiri, Lisanul Arab, (Bairut: Darul Fikri, 1410/1990),  jilid 5
al-Hasany, Al-Sayid Muhammad bin alawi al-Maliky, Al-Qawaid Al- Siasyahtu Fi Ulumul Qur’an yang diterjemahkan oleh H.A. Idhoh Anas, Kaidah-Kaidah Ulumul Qur’an ,Pekalongan: Al-Asari Pekalongan,2008.
Ali, Lukman dkk, Kamus Besar bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1997, cet.9
Al Qur’an Terjemah Perkata, Bandung: PT. Syaamil International,Revisi terjemah
al-Qattan, Manna’ Khalil, Mabaa Hits  Fi Ulumul Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2009, cet. Ke 12
Basalamah, Soleh Muhammad, Pengantar Ilmu Al-Qur’an, Semarang: Karya Toha Putra Semarang,cet. Pertama
http://muslim-christianity.faithweb.com/tafsir.htm
http://www.mail-archive.com/keluarga-islam
http://alqiyamah.files.wordpress.com/2008/04/tafsir-keutamaan-dan-macam-macamnya.
Rachman, Budi munawar, Kontekstualisasi Dokrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta: PT. Temprint, 1994, cet.pertama,
Sidiqi, Habsy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang:Pustaka Rizki Putra, 1987
Syarjaya, H.E. Syibli, Tafsir Ayat-Ayat Akhkam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008
Yusuf , Kadar M, Studi Al-Qur’an,Jakarta: PT.AMZAH, 2009, cet.1