KONSEP MORAL MENURUT RAGHIB AL-ISHFAHANI
Studi
atas Pemikiran Raghib Al-Isfahani Tentang Makarim Al-Shari’a
Latar Belakang
Moral merupakan hal pokok yang harus dimiliki setiap manusia, sebab dalam
menjalani kehidupan sehari-hari hal ini
tidak bisa terlepas dari setiap manusia.
Semua tingkah dan perbuatan yang kita lakukan
sangat tergantung kepada moral yang dimiliki dalam mencapai nilai di
mata sosial. Karena moral dan tingkah laku merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan dalam kehidupan sosial dalam rangka meraih nilai positif di mata orang
lain.
Moral
sering juga disamakan dengan etika. Namun, kedua kata ini memiliki arti yang
sedikit berbeda, walaupun keduanya ini memiliki substansi yang sama. Perbedaan
arti tersebut dapat kita lihat dalam catatan kaki yang ditulis oleh Mahnaz
Heydarpoor dalam bukunya Wajah Cinta Islam dan Kristen (Williams, 1997 :
546) Etika berasal dari bahasa Yunani
dan biasanya digunakan untuk karakter pribadi, sedangkan moral berasal dari
bahasa Latin yang digunakan untuk sosial.
Sedangkan
menurut pendapat-pendapat yang lain, kedua kata tersebut sangat berkaitan.
Karena nilai yang terkandung di dalamnya sama-sama merupakan pegangan individu
maupun sosial dalam mengatur tingkah laku sehari-hari.
Menurut
K. Bertens moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Amril, 2002: 17). Dari pernyataannya ini, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan objek material dalam penggunaan kata moral maupun
etika. Sebab K. Bertens disini menjelaskan moral sebagai norma bagi individu
dan sosial. Menurut Magnis Suseno, moral itu selalu mengacu pada baik buruknya
manusia sebagai manusia ( 1987: 19).
Dari
pengertian-pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan dari kedua kata tersebut. Bahkan dari segi makna atau substansi
moral dan etika memiliki makna yang sama.
Setelah
kita mengetahui makna kedua kata tersebut, rasanya belum lengkap untuk membahas
pengertian moral menurut Raghib al-Ishfahani sebelum kita mengerti makna
akhlak. Seperti yang telah disebutkan di atas, moral berasal dari bahasa latin
dan etika berasal dari bahasa yunani, sedangkan akhlak berasal dari bahasa
arab. Di atas telah dijelaskan bahwa moral dan etika memiliki makna yang sama
dalam hal pembahasannya mengenai tingkah laku. Akhlak di dalam islam juga
membahas tentang tingkah laku, disinilah sebabnya peneliti sedikit membahas
tentang makna akhlak.
Menurut
Musthafa ( 1999: 15) akhlak adalah tabi’at atau sifat seseorang dalam keadaan
jiwa yang sudah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar melekat
sifat-sifat yang melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa difikirkan
terlebih dahulu. Namun, filsuf dan ahli tasawuf al-Ghazali justru mengatakan
akhlak dan etika itu merupakan dua kata yang memiliki wacana yang sama yaitu
wacana tentang baik dan buruk, tidak lebih dari itu.
Jadi,
moral, etika dan akhlak memiliki substansi yang sangat dekat bahkan bisa
dikatakan sama. Sebab tujuan ketiganya adalah mencari nilai-nilai positif dalam
bertingkah laku untuk menjadi makhluk yang bermoral etis sebagai ciptaan, baik
di mata Tuhan maupun makhluknya. Namun disini peneliti lebih memilih moral
sebagai bahasan sebab penggunaan moral seperti tersebut di atas lebih cendrung
digunakan kepada sosial.
Berkaitan
dengan itu, di dalam konsep Makarim al-Shari’a milik Raghib
al-Ishfahani. Sangat banyak terdapat muatan-muatan moral di dalamnya. Menurut
Raghib al-Ishfahani, Makarim al-Shari’a adalah suatu lingkupan terhadap
sesuatu yang tidak akan menjauhkan diri dari sifat-sifat Tuhan yang terpuji
seperti kebijaksanaan, kebaikan, murah hati, pengetahuan dan kepemaafan (
Amril, 2002 : 77 ).
Dari
defenisi tersebut kita melihat ada beberapa kata kunci yang digunakan Raghib
al-Ishfahani dalam konsep ini yang menyangkut kebijaksanaan, kebaikan, murah
hati , pengetahuan dan kepemaafan. Sifat-sifat inilah yang nantinya menjadi
objek pembahasan peneliti, dan merupakan hasil pemikiran Raghib tentang moral.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian tentang latar belakang di atas, maka yang akan menjadi butir-butir
rumusan masalah penulisan skripsi ini adalah:
1.
Nilai moral yang terdapat dalam konsep Makarim
al-Shari’a
2.
Hubungan moral yang terkandung dalam konsep Makarim
al-Shari’a dengan agama
3.
Aplikasinya dalam kehidupan sosial
Kerangka Pemikiran
Kerangka
pemikiran merupakan bagian yang cukup penting dalam penelitian, untuk membahas
sebuah penelitian, sangat penting kiranya bagi seorang peneliti menentukan
terlebih dahulu alur penelitian tersebut, alur ini berfungsi untuk mempermudah
peneliti dalam meneliti apa yang ingin diteliti. Selain memperhatikan kemudahan
peneliti dalam membahas masalah, kerangka pemikiran atau alur pemikiran ini
akan menjadikan hasil yang diteliti menjadi lebih sistematis.
Berawal
dari pengertian moral yang merupakan pola tingkah laku yang positif yang
dimiliki setiap manusia untuk mengantarkan mereka menjadi makhluk yang
bernilai, maka dari pada itu perlu juga dijelaskan kembali dalam kerangka
pemikiran ini tentang pengertian dan defenisi moral dalam pandangan
ilmuwan-ilmuwan. Selain itu, pada bagian ini peneliti sedikit menjelaskan
korelasi antara makna moral, etika dan akhlak. Agar lebih memudahkan pemahaman
dalam mengetahui kaitan ketiga kata tersebut.
Kemudian
setelah mengerti akan pembahasan di atas, penulis coba sedikit menjelaskan
pengertian Makarim al-Shari’a yang dimaksud Raghib al-Isfahani sebagai
mukaddimah serta hubungannya dengan moral sebelum menuju pembahasan lebih
lanjut. Dan terakhir nilai moral yang terkandung dalam Makarim al-Shari’a
serta pengaflikasiannya terhadap kehidupan sosial saat ini.
Moral
menurut K.Bertens adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya ( Amril, 2002: 17). Dalam
pendapat lain disebutkan bahwa moral itu selalu mengacu pada baik buruknya
manusia sebagai manusia (Magnis-suseno, 1987: 19 ).
Sedangkan
etika adalah ilmu yang menyelidiki mana baik dan mana buruk dengan
memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran (
Musthafa, 1999: 15). Akhlak menurut
Musthafa ( 1999: 15) adalah tabi’at atau sifat seseorang dalam keadaan jiwa
yang sudah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar melekat sifat-sifat
yang melahirkan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa difikirkan terlebih
dahulu. Antara akhlak dan etika menurut
al-Ghazali memiliki wacana yang sama yaitu wacana tentang baik dan buruk.
Pengertian-pengertian
di atas mendiskripsikan kepada kita bahwa ukuran nilai dari tingkah laku dan pola
hidup manusia adalah moral, etika dan akhlak. Karena tidak satu pun dari
tingkah laku yang kita jalani sebagai manusia terlepas dari ketiganya. Namun,
dalam penelitian ini penulis lebih terfokus kepada kata moral. Sebab, seperti
yang tersebut sebelum nya bahwa kata ini lebih digunakan kepada social.
(Williams, 1997 : 546) sehingga alur
yang digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. Akan tetapi, di sini peneliti
tidak menafikan korelasi etika dan akhlak. Bagaimanapun juga, adanya
kata moral berawal dari pelaku akhlak dan etika individu yang berusaha mencapai
nilai positif dalam kehidupan sosial. Sebab, masyarakat merupakan dari
kehidupan dari individu, tanpa masyarakat kebaikan dan kebajikan atau disebut
moral individu kehilangan maknanya, meskipun keputusan individu tidak mesti
lebur dengan masyarakat.
Dalam
buku Etika Islam, Amril mengutip istilah akhlak menurut Raghib al-Ishfahani
yaitu “karakter”. Kata ini dideskripsikan oleh Raghib al-Isfahani untuk
ungkapan mengenai upaya manusia melatih kemampuan-kemampuan nya melalui
pembiasaan (Amril,2002: 83). Seperti istilah yang diungkapkan oleh Magnis
Suseno dalam mengartikan moral yaitu “memanusiakan manusia” istilah ini sangat
erat hubungannya dengan metode pembiasaan yang dimaksudnya tersebut.
Berkaitan
dengan konsep Makarim al-Shari’a yang mengandung makna moral secara
implisit, kemudian peneliti menyebutkan
beberapa kata kunci yang ada di dalam pengertian Makarim al-Shari’a,
seperti makna kebijaksanaan, kebaikan, murah hati, pengetahuan dan kepemaafan.
Dengan itu semua kita semua akan sampai kepada pembahasan akhir yaitu
pengaplikasian konsep ini dalam kehidupan sosial. Pengaruh Sifat-sifat yang
disebutkan dalam konsep Makarim al-Shari’a terhadap nilai etika atau
akhlak seseorang akan terlihat karena tujuannya kepada pembersihan jiwa menuju jannat
al-ma’wa. Refleksi individu yang beretika inilah yang akan terlihat dalam
masyarakat sehingga menghasilkan sosial yang bermoral etis menjadi khalifah
allah swt. Inilah salah satu
tujuan penelitian ini.
Akhirnya pada pembahasan akhir nantinya kita
bisa menarik benang merah dan kesimpulan-kesimpulan dari penelitian ini,
tentang konsep moral menurut Raghib al-Ishfahani
Konsep Atau Teori
Untuk
menjadi sosial yang memiliki moral etis tidak
didapatkan melalui penilaian pribadi masing-masing. Sebab, nilai seorang
individu adalah hasil dari penilaian individu lain. Melalui penilaian inilah
akan muncul refleksi etis seseorang yang disebut moral. Jadi dalam hal ini
raghib al-isfahani sengaja mengambil konsep makarim al-shari’a dalam
membentuk moral.
Makarim
al-shari’a dengan muatannya seperti yang dijelaskan sebelumnya,
memiliki peran yang sengat penting dalam membangun moral. Sebab, moral akan
terbangun melalui pembersihan jiwa individu sehingga bernilai di mata
individu-individu lain. Setidak nya ada tiga daya guna yang dapat diraih
melalui makna muatan yang terdapat dalam makarim al-shari’a menurut
raghib al-ishfahani:
1.
Sebagai jalan untuk menuju jannat al-ma’wa
2.
Sebagai aktivitas manusia sebagai khalifah allah
swt
3.
Sebagai penghantar manusia menuju dimensi
malaikat, ini didapatkan melalui cakupan daya-daya ruhaniah.[1]
Tiga
daya guna di atas merupakan hasil yang didapat dari konsep moral nya Raghib
al-Ishfahani dalam makarim al-shari’a.
jika ketiga daya guna ini dimiliki oleh setiap individu, maka akan terlihat
bentuk moralitasnya dalam bermasyarakat. Ini sangat berkaitan dengan apa
yang dimaksudkan oleh Magnis Suseno
dalam konsep moral nya yaitu moral itu selalu mengacu pada baik buruknya
manusia sebagai manusia ( 1987: 19). Sikap baik manusia sebagai manusia disini
merupakan hakikat manusia sebagai Ahsanu Al-taqwim sebagai khalifah
allah swt.
Selain
itu, pancaran sifat-sifat tuhan yang terkandung dalam konsep Makarim
al-shari’a ini akan mengantarkan manusia kepada dimensi mulukiyah melalui
dimensi ruhaniah. Sebelum menuju ke dimensi ini tentunya didahului dengan
pembersihan jiwa. Setelah pembersihan jiwa itu dilakukan, kemudian pembentukan
moral itu akan terbentuk dengan muatan-muatan yang ada di dalam konsep Makarim
al-Shari’a, pembentukan ini dapat diraih melalui jiwa yang sudah terlatih.
Dalam
hal ini kita bisa mengkorelasikannya dengan konsep akhlak menurut Musthafa
adalah tabi’at atau sifat seseorang dalam keadaan jiwa yang sudah terlatih,
sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa difikirkan terlebih dahulu ( 1999: 15).
Sehingga pada akhirnya melalui jiwa-jiwa yang terlatih ini akan muncul sikap
moral dalam menjalani sosial kehidupan, yang bertujuan kepada kemashlahatan
ummat.
Daftar Pustaka
1.
Musthafa, 1999, Ahlak Tasawwuf, Bandung:
Pustaka Setia
2.
Magnis, Franz dan Suseno, 1987. Etika Dasar
Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius
3.
Amril, 2002, Etika Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Heydarpoor, Mahnaz, 2008, Wajah Cinta Islam
dan Kristen. Bandung: PT. Mizan Pustaka